INTROSPEKSI DULU YUK!

, , No Comments

Berdasarkan lagu yang dinyanyikan oleh Lolita diatas, ALay adalah singkatan dari Anak Layangan, dikatakan anak layangan karena mungkin dia sering bermain layang-layang baik siang maupun sore hari sehingga menyebabkan rambut mereka berwarna merah dan kulit kusam (bahasa Jawa-nya mblekawus, mbambes, mblendhes, dan banyak lainnya), sama seperti yang dialami oleh anak-anak yang suka nongkrong di perempatan jalan untuk ngamen dan minta-minta uang setiap lampu merah. Namun, layaknya antivirus Smadav yang terus-terusan harus di-upgrade, beberapa tahun terakhir ini, kata alay telah memiliki arti yang superluas seluas samudra Hindia!

Bisa dikatakan alay, jika kamu menggunakan kata-kata dengan huruf-huruf yang seharusnya -bahkan dengan kombinasi angka yang diklaim memiliki bentuk hampir sama dengan huruf-huruf tertentu- tidak perlu ada dalam kata-kata tersebut. Mau contoh? ini dia! *disarankan untuk menyiapkan mental dengan membakar dupo di klentheng terdekat sebelum melihat dan membaca foto dibawah ini!*






Bisa dikatakan alay, jika kamu berfoto dengan menggunakan pose-pose tertentu yang bikin orang lain ngakak, gerah, risih, muntah, atau nge-unfollow kamu (follow @salsabilasasmi ya!) ketika mereka melihat fotomu. mau contoh lagi? *nggak akan memperingatkan kamu lagi, kamu bebal sih!*

Masih kuat baca? oke! Gimana sih ciri-ciri anak alay itu? Cukup pencet tombol power TV kalian lalu pilih channel tertentu pada rentang waktu pukul 8 hingga 10 pagi. Tunggu 15 menit, kocok, panaskan dengan suhu 75 Fahrenheit, lalu tuangkan secara merata pada muka anda. Kamu bisa menemukan beberapa stasiun tv yang menyiarkan acara musik yang sarat akan penonton yang bisa dikatakan alay!

Oke, setelah aku bawa kamu ke langit ke tujuh dan menertawakan perilaku para alay di muka bumi ini, mari kita kembali kepada diri kita, kembali ke jiwa kita masing-masing. Putar otakmu sebanyak 15 kali dengan kisaran 37,5 derajat sejauh 5 km. Pernahkah kamu melakukan sesuatu di masa lalu, yang jika kamu pikirkan lagi secara baik-baik, muncul celetukan "Duuh lapo se aku biyen koyok ngono?", "Ck, harusnya aku nggak perlu memilih cara itu untuk menyelesaikan masalah se-sepele itu", "Aku dulu kok gitu banget ya? padahal kalo aku gini pasti aku masih ginigitu". Cobalah tenggelam lebih dalam, ketika kalian SD, SMP, atau mungkin SMA, kamu bersama beberapa teman membuat sebuah geng *dengan nama alay tentunya* kemudian pada suatu waktu kamu bentrok dengan -sebut saja- Cuplis, salah satu anggota geng *yang namanya tidak kalah alay* lainnya karena si Cuplis merebut jajanan favoritmu, seplastik Ribut berkadar MSG tinggi setinggi angkasa seharga 500 rupiah, yang kala itu tinggal 1 bungkus di kantin sekolah. Kalian bertengkar hebat, mulai twit war sampe labrak-labrakan di belakang pasar. Akhirnya setelah melakukan diskusi antar geng yang cukup alot sealot ontong panggang, kamu dan Cuplis dikeluarkan dari geng masing-masing demi nama baik ibu kantin penjual jajan ribut tersebut. Kemudian kalian meutuskan untuk berhenti sekolah dan berjualan kates. Udah alay belum ceritaku?

Kembali lagi ke jiwamu. Dengan tulus ikhlas, qonaah, mawadah, warrohmah, akuilah bahwa aku, kamu, kalian, kita semua, pernah mengalami masa-masa alay. Alay itu bukan selamanya milik golongan tertentu, alay itu bukan virus, alay itu bukan sesuatu hina, alay itu bukan yang harus kita hindari. Alay itu sebuah paradigma terpopuler di Indonesia (FYI diluar negeri nggak ada bule yang dibilang alay waktu mereka posting foto dengan gaya emo atau foto dengan posisi kamera diatas kepala). Aku jgagh 5eTuju B4n9getsz sama teori Raditya Dika yang bilang kalo alay itu bagian dari masa pertumbuhan kita, Bayi-anak-remaja-alay-dewasa. Jadi, sebaiknya nggak perlu deh kamu bilang "duh ualay on arek iki" ketika kamu lihat di timeline ada temen meng-upload foto dengan ciri-ciri seperti foto mas-mas berambut klimis diatas. Karena bisa aja, bagi orang-orang yang ada di sekitar kamu, kamu masih dalam fase alay lebay serta jijay. Jadi, tetaplah seperti orang yang tertidur di bis, makin ngantuk makin merunduk. Tapi jangan khawatir, semakin sering kamu mengingat masa lalu dan menyimpulkan bahwa kamu alay, maka itulah momen termanis dalam hidupmu! Karena itu tandanya kamu telah semakin bertambah dewasa dalam menyikapi sesuatu hal. Tentunya dibarengi dengan keinginan serta kemauan kuat untuk meperbaiki diri agar menjadi makhluk Tuhan yang lebih baik dong ya! Mari kita introspeksi diri!

0 comments:

Post a Comment