Untuk Para Pemburu Kerja: Brace Your mind!

, , 2 comments
Sore hari ini, hujan turun sangat deras. Saya, Wilongko dan Elisugigi (bukan nama sebenarnya) sedang berusaha membekap diri dengan jas anti air karena nantinya kami akan menabuh genderang perang dan membusungkan dada kami, untuk menerjang jutaan tangisan malaikat tak bernyawa itu. 

Wilongko dan saya memilih untuk mengendarai satu kuda. Dan Wilongko saya dapuk untuk mengendalikan kuda tersebut. Saya beruntung, karena Wilongko, membawa 2 jas anti air. Namun sayang seribu sayang, Wilongko lebih memilih untuk tetap tampil stylish daripada berbesar hati mengalah dengan saya. Dia tetap bersikukuh mengenakan jas anti air two suits dan saya dengan sangat terpaksa dan ikhlas serta bertawakal kepada Tuhan untuk menggunakan jas anti air lowo. Elisugigi baik-baik saja. Walaupun ternyata setelah setengah perjalanan dia baru menyadari bahwa celananya basah karena jas anti air two suitsnya robek di bagian tak senonoh. 

Kemanakah saya, Wilongko dan Elisugigi sebenarnya? Mengapa kami berusaha mati-matian menerjang badai balada tangisan malaikat tak bernyawa di sore hari?


Yes. Kami sedang mengemban tugas yang sangat penting. Wilongko dan Elisugigi secara sukarela dan atas inisiatif sendiri mengantarkan saya ke sebuah tempat dengan papan besar bertuliskan “R**i B**z Bakery and Cafe”. 

Yes. Hari ini saya harus datang ke tempat tersebut untuk melakukan interview tahap kedua.

(Oke cukup ya cerita pake bahasa ala tujuh manusia harimaunya. Capek.) 

Jujur, tempatnya bagus. Temboknya berbata putih dengan banyak kanvas dengan gambar bernuansa vintage. Lampu-lampunya kuning. Cozy banget. Cocok buat bubu’-bubu’an *eeh. 

Sembari nunggu, saya melihat sekeliling dan membayangkan ketika saya sudah diterima sebagai waitress dan bekerja di tempat ini. “Suasananya nyaman banget! Pasti betah kerja disini”, pikir saya. Setelah terbuai oleh berbagai macam angan selamat beberapa menit, sang interviewerpun segera duduk dan memperkenalkan diri. 

Interviewer: Maaf, mbak namanya siapa? 

Saya: S*******a S***i mas.

I: oh, yang ini…(sambil mengecek formulir yang sebelumnya sudah saya isi pada interview tahap pertama) 

S: (Cuma senyum) 

I: Masih kuliah ya? Dimana? 

S: di U* mas. Sebenernya udah nggak kuliah. Tinggal ngerjain skripsi. 

I: Oh, gitu. Alasan ngelamar jadi waitress apa mbak? 

S: *sensor* *personal stuff* 

I: Ehm..gini mbak. Maaf ya sebelumnya. Sebenernya kita lagi cari banyak staff, beneran. Tapi mbak berkerudung. Kalo buat jadi waitress atau kasir, rasa-rasanya nggak cocok. 

S: Lo emang kenapa mas kalo berkerudung? 

I: Ya..gini mbak. Saya jelaskan ya. Tempat ini kan konsepnya kafe. Mbak tau sendiri kan gimana kafe itu? Di kafe itu orang-orangnya bebas mbak. Orang mau pacaran, "minum", ngrokok, bebas. Nggak ada yang ngelarang. Tempat ini kan kafe mbak, jadi hampir sama kayak diskotik atau pub gitu. Cewek-cewek yang dateng kesini pakaiannya seksi-seksi mbak. Pake rok mini, apa segala macem. Waitress cafe itu kan harus tampil menarik mbak, bajunya harus ketat-ketat gitu. Terus kalo mbak saya terima, terus jadi waitress atau kasir, pake kerudung gitu. Gimana para customers ngelihatnya? Pasti ngaruh kan?. Padahal kalo di marketing itu, kita harus pinter-pinter mempengaruhi pelanggan untuk betah stay lama-lama. 

S: *silence* *air mata hampir mulai memenuhi mata* 

I: Saya ini anak perhotelan mbak. Kafe-kafe di S***t itu yang punya temen-temen saya semua. Saya udah lama mbak di bidang ini. Westalah percaya sama saya. Kalo mbak nglamar jadi di waitress di kafe-kafe di malang dan mbak berkerudung, saya yakin gak bakal diterima. Coba liat itu di kafe-kafe, ada waitress yang kerudungan? Jarang kan? Kalo adapun itu pasti bukan murni kafe. Pasti ada konsep restonya juga. Saya bisa sih nerima mbak sekarang juga dan langsung tak training, tapi mbak mau nggak lepas kerudung? Lagian mbak ya, kan saya tadi bilang, di kafe itu bebas. Waitress-waitress itu ya meskipun cewek-cewek, pas lagi istirahat ya “minum” ya ngrokok. Udah biasa mbak. Nah kalo ada mbak yang berkerudung disini, apa nggak berpengaruh? 

S: Waduh mas. Gimana ya. Kalo lepas kerudung sih pasti nggak bisa. 

I: Berat ta mbak? Ini tadi pelamar yang sebelum mbak juga berkerudung. Tapi setelah ngobrol sama saya, dia berubah pikiran. Dia bilangnya “oh iya mas nggakpapa. Aku di rumah juga gak berkerudung kok. Cuma tak pake pas kuliah aja”. Saya mbak ya, dua hari yang lalu lewat S*******r liat mbak-mbak berkerudung tapi ngrokok. Ketutup semua itu padahal mbak. Lengennya panjang terus bajunya terusan sampe kaki gitu. Banyak kok mbak yang kayak gitu. Ini saya cuma cerita aja ya, saya dulu pernah punya pacar berkerudung. Kerudungnya yang lebar gitu, pokoknya lebih tertutup daripada mbak. Setelah jadian, besoknya waktu saya jemput, saya kaget setengah mati karena dia nggak berkerudung dan malah pake rok mini. Dia bilangnya sih dia kerudungan kalo ke kampus aja. Bahkan sekarang banyak banget mbak cewek berkerudung ngrokok. Kumpul-kumpul di kafe, sambil ngerokok. Berkerudung lo ya padahal. Jadi gimana? Mau nggak copot kerudung? 

S: Gimana ya mas. Udah pilihan sih untuk tetap berkerudung. Lagian kalo saya berkerudung terus tiba-tiba saya copot, image.nya pasti makin jelek kan? 

I: Ya kan bisa mbak, mbak berangkat kerudungan, terus pas disini dicopot. Terus ntar pas pulang dipake lagi. Ntar kalo mbak tetep berkerudung, mbak saya tempatin di kasir, terus ada pelanggan pake rok mini habis ”minum” mau bayar, terus mbak ngeliat dia, saya yakin dia nggak akan pernah balik lagi kesini. Yakin banget saya. Jadi gimana? Masih berat ya ngelepas kerudung? 

S: Nggak bisa mas. 

I: Ya udah kalo gitu. Maaf ya mbak. Ini emang sebenernya saya sudah dipeseni sama yang punya, jangan sampe nerima pelamar yang berkerudung. Udah gitu mbak prosedurnya. Saya nggak bisa berbuat apa-apa.

S: oh ya udah kalo emang gitu prosedurnya mas. 

(ini hanyalah sepenggal percakapan, bukan seluruhnya. Sengaja dipenggal dikarenakan adanya indikasi kemuakan, yang mulai menyeruak dari dalam dada yang semakin membeliak) 

Sayapun melangkah gontai menghampiri Wilongko dan Elisugigi yang sudah menunggu di parkiran. Air mata hampir tak terbendung. Wilongko bertanya bagaimana hasilnya. Elisugigi menatap saya dan berkata “kok mukamu jadi berubah gitu?”. 

Ingin rasanya mengiyakan air mata yang sedari tadi ngeyel untuk memenuhi mata dan mengalir menuju hidung dan pipi. Tapi melihat wajah semburat Wilongko, melihat kondisi Elisugigi yang jas anti airnya bolong di tempat tak senonoh yang membuatnya harus pulang dulu ganti celana lalu kembali lagi ke Bakery and Cafe itu demi saya. 

Saya akhirnya memutuskan untuk membunuh air mata itu. Air mata tak pantas. Sembari menjawab pertanyaan mereka, “Gakpopo. Wes ayo moleh.” 

Silahkan anda analisa sendiri. Baik secara linguistik maupun secara logika. Tidak saya rekomendasikan untuk menganalisa secara super subjektif. See? Learning is Life and Life is Learning. 

Allah-ku,terima kasih atas segalanya. 
Muhammadku, terima kasih telah menunjukkan betapa mulianya menjadi seorang muslimah. 
Ibu, bapak, terima kasih telah mengajarkan cara bertahan dan tetap berdiri tegap dalam amukan badai. 
Wik, Peh, suwun yo :)

2 comments:

  1. Anonymous19/3/15 14:30

    Sedih bgt bacanya. Yg sabar Sas. Jodoh di tangan Tuhan kok :(


    By: mantan admin @tambahganteng

    ReplyDelete
  2. Next time, you'll be THE BOSS! :) Don't lose hope, sas

    ReplyDelete